Drs. Nugroho: the Inspiring Art Collector

Lahir di Solo Jawa Tengah pada tahun 1943. Ia dilahirkan sebagai anak dari keluarga Tionghoa priyayi (kelas atas) di kota Solo (Surakarta). Ayahnya Go Dhiam Ik adalah salah satu pengusaha dalam bidang perdagangan garam, sedangkan ibunya Tjan Ging Nio dari keluarga pemilik pabrik batik yang terkenal. Karena orang tuanya sibuk dengan pekerjaan mereka, Nugroho dirawat oleh kakek dari pihak ibu, yaitu Tjan Khay Sing, seorang pengusaha batik di Solo. Dia memiliki empat toko batik: dua di Kratonan, satu di Ngapenan, dan satu lagi di Kestalan, dengan sekitar 1.000 karyawan. Nugroho memiliki kakak kandung Go Tik Swan yang lebih dikenal sebagai KRT Hardjonagoro, seorang tokoh perintis batik Indonesia, yang juga merupakan sahabat baik Presiden Sukarno. 

Sejak kecil Nugroho biasa bermain di antara pembuat batik, dengan anak-anak yang mencelup kain pada malam, dan mencucinya. Mereka membuat warna cokelat dari kulit pohon soga dan orang-orang membuat kain batik tulis kain dengan canting. Dia juga senang mendengarkan mereka bernyanyi dan bercerita tentang Dewi Sri dan berbagai kisah tradisional Jawa. Dari mereka ia belajar mengenal budaya Jawa. 

Setelah lulus dari SMA di Solo, Nugroho melanjutkan belajar di ITB (Institut Teknologi Bandung) mengambil jurusan Kimia. Dia mendapatkan jodoh di ITB istrinya adalah seorang apoteker yang mempunyai apotek. Kemudian bersama istrinya Drs. Nugroho mendirikan pabrik farmasi di Bandung. 

Setelah usahanya semakin maju dan mapan Drs. Nugroho merasakan rasa cintanya kepada seni budaya Indonesia kembali muncul. Saat itu di usianya ke 42 tahun 1985 Nugroho menemukan seorang pelukis yang saat melihat pertama karya lukisannya dia langsung greng. Dia langsung jatuh cinta jatuh cinta. Pelukis tersebut adalah Srihadi Sudarsono yang juga mengajar di ITB jurusan Seni Rupa. Saat itulah mulai Drs. Nugroho membeli karya Srihadi berjudul Penari Bali yang kelak koleksi pertamanya ini dijadikan cover depan buku Srihadi Sudarsono " Poetry Without Words" yang diterbitkan pada tahun 2005 khusus untuk menampilkan karya-karya Srihadi Sudarsono yang menjadi koleksi pribadi Drs. Nugroho. 

Beliau adalah kolektor yang unik dan lain dari yang lain. Di saat kolektor lain membeli lukisan dari bermacam-macam pelukis dengan beragam gaya lukisan, Drs. Nugroho yakin dengan pilihannya dan hanya mengkhususkan diri mengkoleksi karya Srihadi. Banyak orang menasihati dengan peribahasa jangan menyimpan semua telur di satu keranjang saja. Tetapi Drs. Nugroho tetap kukuh hanya mamu mengkoleksi lukisan Srihadi. Dan insting dia tidak meleset. Kelak di kemudian hari Srihadi menjadi salah satu pelukis (the living artist) dengan karya termahal di Indonesia dan lukisannya dicari-cari oleh para kolektor seni, baik di dalam maupun di luar negeri. 

Back to Journal